car, anime, girl, love, move, girl, cosplay costumes,, hunter x hunrer, download, tatoo, picture
Sistem Extrasolar Planet Terkaya Ditemukan
Dari ke-48 sistem multi planet tersebut, ada 15 sistem yang setidaknya memiliki 3 planet dengan rekor planet terbanyak saat ini dimiliki 55 Cancri dengan 5 planet. Setiap sistem yang ditemukan punya keunikan. Sebut saja Epsilon Eridani yang memiliki 2 buah sabuk asteroid mirip dengan Sabuk Asteroid dan Sabuk Kuiper di Tata Surya. Kini 55 Cancri tidak lagi menjadi pemegang rekor planet terbanyak dalam sistem extrasolar. Mengapa demikian? Simak ceritanya.
Sistem Extrasolar Mirip Tata Surya
Ilustrasi sistem keplanetan HD 10180. Kredit :ESO/L. Calçada
Kali ini Christophe Lovis dan tim menemukan sebuah sistem keplanetan dengan jumlah planet terbanyak di antara sistem extrasolar yang sudah ada.
Penemuan 6 exoplanet disertai bukti keberadaan 1 exoplanet lainnya di dalam sistem membawa sistem extrasolar di bintang HD 10180 menjadi kandidat sistem extrasolar dengan exoplanet terbanyak. Kandidat yang belum dikonfirmasi sebagai planet ini, memiliki massa terendah yang pernah ditemukan dalam dunia exoplanet.
Tak hanya itu, ke-7 planet ini juga membawa manusia pada khazanah baru sebuah sistem yang hampir “serupa” dengan Tata Surya terutama dalam hal jumlah planet yang mengitari bintang induk. Hal menarik lainnya, ditemukan juga bukti kalau jarak planet dari bintangnya mengikuti pola umum yang juga terlihat di Tata Surya.
Apa artinya penemuan ini? Tak lain tak bukan, perjalanan pencarian “dunia lain” memasuki era baru dimana sistem keplanetan yang umum bukan hanya terdiri dari 1 atau 3 planet. Ini merupakan awal era sistem keplanetan yang kompleks dimana pergerakan di dalam sistemnya akan melibatkan interaksi gravitasi yang kompleks di antara planet-planet. Dan keseluruhan informasi inilah yang akan membawa manusia pada pemahaman akan perjalanan evolusi sistem untuk jangka waktu yang panjang. Atau lebih sederhana lagi, manusia bisa mempelajari perjalanan evolusi sebuah sistem keplanetan yang tak jauh berbeda dari Tata Surya.
Pengamatan dengan HARPS
Dengan menggunakan spektograf HARPS yang dipasang pada teleskop 3,6 meter milik ESO di La Silla, Chille, Christophe Lovis dan tim melakukan pengamatan pada bintang HD 10180 yang berada pada jarak 127 tahun cahaya di konstelasi Hydrus selama 6 tahun. HARPS sendiri merupakan instrumentasi pemburu exoplanet kelas wahid yang ada saat ini karena memiliki stabilitas pengukuran dan presisi yang sangat baik.
Area langit di sekitar HD 10180. kredit: ESO & Digitized Sky Survey 2. Acknowledgment: Davide De Marti
Setelah melakukan pengamatan, para astronom berhasil mendeteksi gerak maju mundur atau gerak bolak balik atau goyangan yang sangat kecil dari bintang sebagai akibat gaya tarik gravitasi yang kompleks dari 5 atau bahkan lebih banyak lagi planet. Lima sinyal yang paling kuat datang dari planet-planet seukuran Neptunus dengan massa antara 13 – 25 massa Bumi dan mengorbit bintang dengan periode 6 – 600 hari. Dalam sistem HD 10180, planet HD 10180 c,d,e,f,g berada pada jarak 0,06 dan 1,4 kali jarak Bumi – Matahari dari bintang induknya. Sementara planet terluar yakni HD 10180 h yang diperkirakan mirip Saturnus memiliki massa minimum 65 massa Bumi mengorbit dalam 2200 hari (6,02 tahun) pada jarak 3,4 SA.
Selain ke-6 planet yang dilihat, tim ini juga menemukan bukti keberadaan 1 planet lainnya. Planet yang berada paling dekat dengan bintang induk ini mengorbit pada jarak sekitar 3,3 juta km atau 2% jarak Bumi – Matahari (0,2225 SA). Satu tahun di planet ini akan berakhir dalam sekejap yakni 1,18 hari di Bumi atau dalam kisaran 28,32 jam. Obyek ini menyebabkan goyangan yang sangat lemah pada bintang, yakni hanya 3 km/jam, dan sangat sulit untuk diukur. Tapi jika memang obyek ini bisa dikonfirmasi sebagai planet, ia akan menjadi contoh lain bagi keberadaan planet batuan panas, mirip dengan Corot-7b.
Keunikan Sistem Extrasolar HD 10180
Sistem keplanetan yang baru ditemukan disekeliling HD 10180 ini memiliki beberapa keunikan. Yang pertama, ke-5 planetnya yang seukuran Neptunus berada dalam jarak yang sama dengan jarak orbit Mars. Artinya, sistem ini punya populasi yang lebih banyak dari tata Surya di area bagian dalamnya dan sistem HD 10180 memiliki planet yang lebih masif di area tersebut. Planet-planet dalam sistem extrasolar HD 10180 tidak memiliki planet gas raksasa serupa Jupiter, dan kesemua planetnya memiliki orbit yang hampir lingkaran.
Sebelum sistem HD 10180, sistem 55 Cancri diketahui memiliki 5 buah planet dengan 2 planet merupakan planet gas raksasa. Keberadaan HD 10180 yang hanya memiliki planet bermassa rendah memang tampaknya umum terjadi namun sayangnya proses pembentukan masih menjadi misteri.
Dari data yang didapat untuk sistem HD 10180 dan data sistem keplanetan lainnya, para astronom juga menemukan kesamaan dengan hukum Titus-Bode yang ada di Tata Surya. Jarak planet-planet dari bintang induk tampaknya mengikuti pola umum, dan menurut Michel Mayor salah satu anggota tim penemu sistem HD 10180 yang juga penemu exoplanet pertama pada bintang serupa Matahari, “ini akan menjadi tanda dari proses pembentukan sistem keplanetan”.
Hasil penting lainnya, tampaknya ada hubungan antara massa sistem keplanetan dengan massa konten kimiawi bintang induk. Semua sistem keplanetan yang sangat masif ditemukan mengelilingi bintang masif dan kaya elemen berat sementara 4 sistem keplanetan dengan massa yang kecil ditemukan pada bintang bermassa rendah dan miskin elemen berat. Elemen berat disini dimaksutkan untuk elemen selain Hidrogen dan Helium. Kondisi ini justru menjadi peneguhan bagi model teoretik yang ada.
Babak baru penemuan sistem multi planet dengan jumlah planet yang lebih banyak telah dimulai. Dan perjalanan yang telah ditapaki belasan tahun lalu itu masih akan terus berlanjut diisi dengan cerita baru dari berbagai sistem keplanetan yang ada di Bima Sakti dan alam semesta.
Sumber : ESO
from langitselatan.com
Piringan Debu di Sekeliling Bintang Ganda Dekat
Ilustrasi tabrakan planet di sistem bintang ganda dekat. Kredit : NASA
Data yang dihasilkan Teleskop Spitzer milik NASA, menunjukkan sejumlah besar debu di sekeliling 3 pasang sistem bintang ganda dekat. Keberadaan debu tersebut memang mengejutkan namun diperkirakan ia merupakan hasil akhir dari tabrakan benda-benda planetari.
Bintang Ganda Dekat yang diamati
Dalam penelitian ini, pengamatan dilakukan pada RS Canum Venaticorums, atau RS CVns, sistem bintang ganda yang sangat dekat dan hanya terpisah oleh jarak 3,2 juta km. Jarak ini hanya 2% jarak Matahari-Bumi (150 juta km). Jadi bayangkan betada dekatnya kedua bintang tersebut. Pasangan bintang ini juga saling mengelilingi satu sama lainnya dengan hanya satu wajah yang terkunci untuk saling berhadapan satu sama lainnya.
Sistem bintang ganda ini juga memiliki kemiripan dalam hal ukuran dengan Matahari, namun keduanya masih sangat muda hanya sekitar 1 milyar atau beberapa milyar tahun. Mirip dengan usia Matahari saat kehidupan pertama kali berevolusi di Bumi. Yang menarik kedua bintang tersebut berputar jauh lebih cepat dari Matahari dan akibatnya keduanya memiliki medan magnetik yang sangat kuat dan terdapat bintik gelap raksasa. Aktivitas magnetik tersebut mengendalikan angin bintang yang kuat – versi badai dari angin matahari – dan akan memperlambat bintang serta menarik kedua bintang untuk semakin mendekat seiring waktu. Dan inilah saat dimana kekacauan antar planet akan terjadi.
Sistem Keplanetan di Bintang Ganda Dekat RS CVns
Kalau memang kekacauan dalam sistem keplanetan di bintang ganda dekat tersebut akan terjadi. Apakah benar di sana ada planet? Sampai saat ini memang belum ditemukan keberadaan planet di sistem RS CVns, namun secara teori keberadaan planet dalam sistem bintang tersebut memang memungkinkan. Bahkan keberadaan planet di zona laik huni bintang pun bisa terjadi. Dan jika ada kehidupan di planet tersebut, maka yang muncul adalah malapetaka bagi kehidupan itu sendiri.
Dari data yang dihasilkan observatorium inframerah Spitzer, jika ada planet di sistem bintang tersebut, maka pastinya si planet sangat tidak beruntung karena akan terjadi tabrakan secara terus menerus. “Inilah fiksi ilmiah yang muncul dalam kehidupan nyata”, kata Jeremy Drake dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, Cambridge, Mass yang memimpin penelitian tersebut.
Saat kedua bintang mendekat, gaya gravitasi dan pengaruhnya pun berubah. Akibatnya, terjadi gangguan terhadap benda-benda planetari yang mengitari kedua bintang. Komet dan planet yang mungkin ada di dalam sistem tersebut akan saling mendorong dan menabrak satu sama lainnya, bahkan kadang dalam sebuah tabrakan yang sangat dasyat.
Hal yang sama juga terjadi pada planet yang secara teoretik bisa ada di zona laik huni bintang ganda, sebuah area yang temperaturnya bisa mempertahankan air dalam bentuk cair ada di planet. Meskipun belum ada planet laik huni yang ditemukan disekeliling bintang selain Matahari, namun sistem bintang ganda dekat sudah diketahui bisa memiliki planet, yakni sistem HW Vir dengan 2 planet gas raksasa.
Tak pelak kondisi di sistem bintang ganda dekat RS CVns bisa memberi gambaran tahap akhir kehidupan sistem keplanetan jika ada planet disana.
Piringan Debu yang dilihat Spitzer
Ilustrasi pasangan bintang ganda dekat yang dikelilingi piringan debu. kredit : NASA
Dari data yang diambil Spitzer, tampaknya si teleskop landas angkasa ini berhasil melihat piringan debu panas yang bersinar dalam inframerah, dengan temperatur lava cair disekitar 3 sistem bintang ganda dekat. Salah satu sistem ganda diketahui memiliki ekses yang mencurigakan pada cahaya inframerah di tahun 1983 oleh Infrared Astronomical System. Sebagai tambahan, peneliti yang menggunakan Spitzer juga menemukan piringan puing-puing di sekitar bintang lainnya yang ternyata juga merupakan sistem bintang ganda dekat.
Debu yang dilihat Spitzer, secara normal seharusnya sudah terhambur dan terhembus keluar dari bintang yang sudah memasuki usia “dewasa”. Karena itu, tentunya ada sesuatu yang lain – dalam hal ini tabrakan planetari yang kemudian membentuk debu baru. Dan karena piringan debu ini ditemukan juga pada 4 sistem bintang ganda tua, para peneliti yakin kalau pengamatan ini tidaklah kebetulan. Ada sebuah kekacauan yang terjadi pada sistem tersebut.
Seandainya saja teori sistem keplanetan pada bintang ganda itu terjadi, dan memang ada planet laik huni yang terbentuk disana, maka ketika para penghuninya menengadah ke langit mereka aka menemukan 2 matahari raksasa, seperti yang ada di planet Tatooine di Star Wars.
Sumber : NASA
from langitselatan.com
PERLUKAH MENGGANTIKAN GMT DENGAN MECCA MEAN TIME?
Peresmian jam raksasa Mekkah pada awal Ramadhan 1431 H, pada 11 Agustus 2010, membangkitkan kembali keinginan sebagian ulama Islam, terutama di negara-negara Arab, untuk menjadikan Mekkah sebagai pusat waktu. Beberapa argumentasi diajukan, antara lain bahwa Mekkah dianggap sebagai Pusat Dunia, setidaknya kalau dilihat dari distribusi sebaran benua.
Sebenarnya proyek tersebut cenderung bersifat ”mercusuar” dengan menjadikannya jam terbesar di dunia dengan beberapa keunggulan lainnya. Tetapi tidak memuat konsep waktu yang berbeda dari yang saat ini diterima secara internasional.
Benar Mekkah sebagai tempat Ka’bah menjadi pusat perhatian Ummat Islam karena menjadi kiblat saat shalat dan menjadi pusat ibadah haji. Tetapi, secara fisik geografis tidak ada keistimewaan yang mendukung untuk menjadikannya sebagai rujukan waktu atau sebagai meridian utama (Prime Meridian). Secara geografis, kalau Mekkah menjadi meridian utama (garis bujur 0), maka garis tanggal internasional pada garis bujur 180 derajat akan memotong Alaska dan terlalu jauh kalau harus dibelokkan ke Selat Bering. Itu berdampak kurang bagus, karena Kanada dan Alaska yang satu wilayah daratan terpaksa harus berbeda hari. Misalnya, di Alaska Senin sedangkan di Kanada masih Ahad. Sehingga untuk mewujudkannya jelas tidak mungkin akan mendapatkan persetujuan internasional. Masalah waktu tidak mungkin diatur secara sepihak, perlu konvensi internasional. Untuk memahaminya, kita harus melihat sejarah konvensi waktu internasional yang merujuk pada waktu rata-rata Greenwich.
Greenwich Mean Time (GMT, Waktu Rata-rata Greenwich) adalah rujukan waktu internasional yang pada mulanya didasarkan pada waktu matahari di Greenwich yang kemudian didasarkan pada jam atom. Sistem waktu yang mapan tersebut mempunyai sejarah panjang yang didukung konvensi internasional dan kajian ilmiah untuk penyempurnaannya. Sampai pertengahan abad 19, masing-masing negara menggunakan sistem jam matahari sendiri dengan menggunakan meridian masing-masing. Meridian adalah garis hubung utara-selatan yang melalui zenit yang dilintasi matahari saat tengah hari. Untuk jaringan transportasi kereta api jarak jauh yang mulai berkembang saat itu, pembuatan sistem waktu baku antarwilayah diperlukan. Tanpa sistem waktu yang baku, jadwal kereta api bisa kacau ketika memasuki wilayah yang menggunakan sistem waktu berbeda. Hal itu terutama dirasakan oleh jaringan kereta api di Kanada dan Amerika Serikat.
Kebutuhan sistem waktu baku tersebut yang mendorong Sir Sandford Fleming, seorang teknisi dan perencana perjalanan kereta api Kanada mengusulkan waktu baku internasional pada akhir 1870-an. Gagasan itu kemudian dimatangkan dalam Konferensi Meridian Internasional di Washington DC pada Oktober 1884 yang dihadiri perwakilan 25 negara (Austria-Hungaria, Brazil, Chile, Kolombia, Costa Rica, Perancis, Jerman, Inggris, Guatemala, Hawii, Italia, Jepang, Liberia, Meksiko, Belanda, Paraguay, Rusia, San Domingo, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Amerika Serikat, Venezuela, dan Salvador).
Kesepakatan pokok (konvensi) pada konferensi tersebut adalah sebagai berikut:
- Bersepakat menggunakan meridian dunia yang tunggal untuk menggantikan banyak meridian yang telah ada.
- Meridian yang melalui teropong transit di Observatorium Greenwich ditetapkan sebagai meridian nol.
- Semua garis bujur dihitung ke Timur dan ke Barat dari meridian tersebut sampai 180 derajat.
- Semua negara menerapkan hari universal.
- Hari universal adalah hari matahari rata-rata, mulai dari tengah malam di Greenwich dan dihitung 24 jam.
- Hari nautika dan astronomi di mana pun mulai dari tengah malam.
- Semua kajian teknis untuk mengatur dan menerapkan sistem desimal pembagian waktu dan ruang akan dilakukan.
Butir ke-2 tidak mendapat kesepakatan bulat. San Dominggo menentang. Perancis dan Brazil abstain.
Saat ini sistem waktu telah ditetapkan dengan 24 waktu baku, secara umum setiap perbedaan 15 derajat garis bujur, waktunya berbeda 1 jam. Dalam pelaksanaannya, waktu baku tersebut disesuaikan dengan batas wilayah agar tidak memecah waktu di suatu wilayah. Pada 1928, dalam konferensi astronomi internasional, berdasarkan kajian soal waktu, maka penamaan GMT diubah menjadi Universal Time (UT). Rujukan waktunya tetap jam matahari, sehingga tergantung rotasi bumi yang sebenarnya tidak konstan. Pada 1955 ditemukan jam atom Caesium yang lebih stabil, sehingga selalu ada perbedaan dengan UT, walau dalam skala yang sangat kecil dalam orde milisecond (seperseribu detik). Pada akhir 1960-an sampai awal 1970-an banyak dilakukan kajian soal waktu yang sinkron antara UT dan jam atom. Saat ini UT bukan lagi murni didasarkan pada jam matahari, tetapi berdasarkan jam atom yang disinkronkan dengan konsep jam matahari. Namanya menjadi UTC (Universal Time, Coordinated), nama kompromi dari usulan dua bahasa: bahasa Inggris “CUT” untuk “coordinated universal time” dan bahasa Perancis “TUC” untuk “temps universel coordonnĂ©”.
Dari sejarah panjang GMT tersebut, kita bisa faham bahwa konvensi waktu baku internasional didasarkan pada kebutuhan untuk mensinkronkan jadwal aktivitas manusia yang bersifat lintas negara. Apalagi saat ini, jadwal penerbangan memerlukan pengaturan waktu yang sangat akurat. Sistem waktu GMT atau UTC yang sudah mapan saat ini tidak mungkin lagi diubah, misalnya dengan MMT (Mecca Mean Time). Tidak ada alasan fisis – teknis yang mendasarinya, selain ghirah (semangat) keagamaan. Juga tidak ada alasan yang mendukung penyatuan waktu ibadah ummat Islam, karena pada dasarnya waktu ibadah bersifat lokal dan sudah tercukupi dengan menggunakan sistem waktu internasional yang telah ada.
from langitselatan.com
PLAGIASI INTERNET, PENCURIAN KARYA DI DUNIA MAYA
Apa sih plagiasi itu?
Menurut Kamus Merriam-Webster Online, plagiarisme berarti :
- Mencuri dan meneruskan (ide, kata-kata dan bentuk lainnya) sebagai milik sendiri
- Menggunakan (hasil kerja orang lain) tanpa memberi kredit kepada si pemilik atau sumbernya.
- Pelaku pencurian
- Mengajukan sebuah ide sebagai ide baru dan orisinil dari sumber yang sudah ada.
Sederhananya, plagiat adalah tindakan kecurangan / penipuan, yang melibatkan pencurian pekerjaan orang lain dan kemudian melakukan penipuan tentang hal tersebut.
Masih membingungkan? Lebih sederhana lagi berdasarkan pencarian kamus di web bahtera.org, plagiat adalah : pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan.
Masih belum paham? Plagiat = Mencontek = Mencuri.
Plagiat juga tidak hanya berarti mengkopi seluruh artikel dan digunakan serta diakui sebagai miliknya, namun juga berlaku pada penggunaan sebagian artikel, kalimat atau kata-kata tanpa memberikan kredit pada si penulis.
Pencantuman berbagai sumber pun bukan berarti sebuah tulisan diambil dan dikopi dari berbagai sumber melainkan mengacu pada sumber referensi yang dibaca penulis untuk kemudian disarikan dalam sebuah ide atau tulisan.
Apa artinya dan hubungannya dengan langitselatan? Seluruh artikel yang ada di langitselatan bebas untuk dibagikan dan digunakan oleh pembacanya tapi dengan mencantumkan kredit dan copyright kepada penulisnya atau memberikan taut balik ke langitselatan.
Kami sepenuhnya menyadari, kebebasan berbagi informasi tidak bisa dikekang namun bukan berarti kemudian dilakukan tanpa mematuhi etika penulisan dll. Dan aturan itu pun sederhana, cantumkan kredit pada si penulis. Cantumkan sitasi anda pada pemilik tulisan dan dimana tulisan itu sesungguhnya dipublikasikan!.
from langitselatan.com